Pada kesempatan ini saya ingin sekedar berbagi pengalaman, atau sekedar
mengajak pembaca sekalian berdiskusi mengenai apa yang saya temukan
dalam suatu forum di salah satu web favorit saya,
alangalangkumitir.wordpress.com, tentang komunitas Pagan di dunia
Kejawen. Apa yang saya bagi kali ini hanyalah pandangan saya tentang
Pagan dari sudut pandang bahasa dan apa yang sedikit saya ketahui.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Baiklah, pertama mari kita lihat apa itu Pagan. Bagi pembaca yang suka membaca literatur tentang dajjal, illuminati, atau bangsa Yahudi, tentu telah akrab dengan istilah ini. Dalam hal ini Pagan merefer kepada penyembahan setan atau berhala. Sedangkan pahamnya sering disebut Paganisme. Jadi Pagan mempunyai konotasi negatif, terutama bagi orang-orang yang beragama, apapun agamanya.
Masuk ke judul, Pagan di dunia Jawa yang saya temukan di sebuah web forum. Jika Pagan dalam forum tersebut merupakan Pagan yang sama dengan Pagan di paragraf terdahulu, istilah itu kurang cocok jika digunakan di dunia Jawa. Mari kita bandingkan antara Kejawen dan Pagan. Kejawen merupakan sebuah paham yang berusaha menyelaraskan hubungan manusia dengan alam (hamemayu hayuning bawono) dan hubungan manusia dengan Tuhan (jumbuhing kawulo-gusti). Sedangkan Pagan adalah paham yang konon muncul pada masa Mesir kuno, dengan penyembahan Dewa Matahari-nya (Dewa Ra).
Dalam Kejawen, manusia menghormati alam (tidak hanya matahari) sebagai ciptaan Tuhan. Menurut sejarah, suku Jawa adalah salah satu keturunan asli dari Nabi Adam AS, dan merupakan salah satu golongan yang selamat dari banjir dahsyat pada masa Nabi Nuh AS, karena ikut naik ke Bahtera Nabi Nuh. Oleh karena itu, konon hal itulah yang menyebabkan suku Jawa dapat menerima ajaran Islam, karena di masa lalu suku Jawa merupakan pengikut Nabi Nuh AS.
Kemudian, menjadi Kejawen ketika keturunan suku Jawa yang lebih muda mengalami berbagai percampuran paham, seperti Budha dan Hindu (konon Sidharta Gautama adalah seorang Nabi yang hidup jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, sehingga ia tidak mengajarkan shalat ataupun syahadat. Sedangkan Dewa Brahma dalam kepercayaan Hindu adalah Nabi Ibrahim. Sang Hyang Widhi, menurut bahasa Widhi: satu, berarti dapat disimpulkan bahwa dalam kepercayaan Hindu juga menganut satu Tuhan).
Paganisme, merupakan paham pemujaan setan (sering disebut okultisme). Dalam dunia konspirasi setan yang dipuja bernama Baphomet (setan berkepala kambing bertubuh manusia yang mempunyai payudara dan penis). Paham ini juga bermain-main dengan simbol yang dibuat oleh para penganutnya. Kejawen juga menggunakan simbol, akan tetapi simbolisasi dalam dunia Jawa digunakan untuk membimbing pemikiran manusia akan suatu hal. Sebuah nasihat yang cukup populer bagi orang Jawa yang konon merupakan nasihat dari Sunan Kalijogo, urip iku kebak sanepa, pralambang, lan gegambaran, merupakan bukti bahwa simbol di dunia Jawa digunakan untuk pembelajaran hidup.
Simbol-simbol dalam dunia Jawa bukan simbol kebanyakan yang berupa gambar atau logo. Simbol di dunia Jawa merupakan simbol yang terbagi dalam tiga wilayah, yaitu: (1) simbol religi (2) simbol tradisi, dan (3) simbol seni. Setiap ranah mempunyai fungsi yang berbeda, contoh dalam simbol religi merupakan usaha manusia Jawa dalam menangkap konsep ketuhanan. Tuhan merupakan unsur yang tidak tertangkap indra, sehingga orang Jawa menyebut Tuhan dengan sebutan Gusti Alloh, Gusti Ingkang Maha Kuwaos, dll.
Jadi, konsep Pagan dan Kejawen tidak akan bertemu dalam satu titik, meskipun dua istilah tersebut dijadikan sebuah frasa. Dua paham tersebut sangat berbeda. Dengan demikian akan lebih baik jika istilah Pagan tidak digunakan di dunia Jawa, yang tentu saja siapapun akan sepakat bahwa kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang adiluhung. Akan tetapi, tulisan ini hanyalah sebuah urun rembug dari seorang keturunan Jawa yang masih hijau, yang merasa prihatin dengan kondisi kebudayaan Jawa di era modern sekarang ini. Perbedaan pendapat itu biasa, asalkan tidak menjadikan perpecahan. Semoga ke depannya kebudayaan Jawa mampu berkembang lebih baik lagi, dan mampu mencapai puncak kejayaannya.
Baiklah, pertama mari kita lihat apa itu Pagan. Bagi pembaca yang suka membaca literatur tentang dajjal, illuminati, atau bangsa Yahudi, tentu telah akrab dengan istilah ini. Dalam hal ini Pagan merefer kepada penyembahan setan atau berhala. Sedangkan pahamnya sering disebut Paganisme. Jadi Pagan mempunyai konotasi negatif, terutama bagi orang-orang yang beragama, apapun agamanya.
Masuk ke judul, Pagan di dunia Jawa yang saya temukan di sebuah web forum. Jika Pagan dalam forum tersebut merupakan Pagan yang sama dengan Pagan di paragraf terdahulu, istilah itu kurang cocok jika digunakan di dunia Jawa. Mari kita bandingkan antara Kejawen dan Pagan. Kejawen merupakan sebuah paham yang berusaha menyelaraskan hubungan manusia dengan alam (hamemayu hayuning bawono) dan hubungan manusia dengan Tuhan (jumbuhing kawulo-gusti). Sedangkan Pagan adalah paham yang konon muncul pada masa Mesir kuno, dengan penyembahan Dewa Matahari-nya (Dewa Ra).
Dalam Kejawen, manusia menghormati alam (tidak hanya matahari) sebagai ciptaan Tuhan. Menurut sejarah, suku Jawa adalah salah satu keturunan asli dari Nabi Adam AS, dan merupakan salah satu golongan yang selamat dari banjir dahsyat pada masa Nabi Nuh AS, karena ikut naik ke Bahtera Nabi Nuh. Oleh karena itu, konon hal itulah yang menyebabkan suku Jawa dapat menerima ajaran Islam, karena di masa lalu suku Jawa merupakan pengikut Nabi Nuh AS.
Kemudian, menjadi Kejawen ketika keturunan suku Jawa yang lebih muda mengalami berbagai percampuran paham, seperti Budha dan Hindu (konon Sidharta Gautama adalah seorang Nabi yang hidup jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, sehingga ia tidak mengajarkan shalat ataupun syahadat. Sedangkan Dewa Brahma dalam kepercayaan Hindu adalah Nabi Ibrahim. Sang Hyang Widhi, menurut bahasa Widhi: satu, berarti dapat disimpulkan bahwa dalam kepercayaan Hindu juga menganut satu Tuhan).
Paganisme, merupakan paham pemujaan setan (sering disebut okultisme). Dalam dunia konspirasi setan yang dipuja bernama Baphomet (setan berkepala kambing bertubuh manusia yang mempunyai payudara dan penis). Paham ini juga bermain-main dengan simbol yang dibuat oleh para penganutnya. Kejawen juga menggunakan simbol, akan tetapi simbolisasi dalam dunia Jawa digunakan untuk membimbing pemikiran manusia akan suatu hal. Sebuah nasihat yang cukup populer bagi orang Jawa yang konon merupakan nasihat dari Sunan Kalijogo, urip iku kebak sanepa, pralambang, lan gegambaran, merupakan bukti bahwa simbol di dunia Jawa digunakan untuk pembelajaran hidup.
Simbol-simbol dalam dunia Jawa bukan simbol kebanyakan yang berupa gambar atau logo. Simbol di dunia Jawa merupakan simbol yang terbagi dalam tiga wilayah, yaitu: (1) simbol religi (2) simbol tradisi, dan (3) simbol seni. Setiap ranah mempunyai fungsi yang berbeda, contoh dalam simbol religi merupakan usaha manusia Jawa dalam menangkap konsep ketuhanan. Tuhan merupakan unsur yang tidak tertangkap indra, sehingga orang Jawa menyebut Tuhan dengan sebutan Gusti Alloh, Gusti Ingkang Maha Kuwaos, dll.
Jadi, konsep Pagan dan Kejawen tidak akan bertemu dalam satu titik, meskipun dua istilah tersebut dijadikan sebuah frasa. Dua paham tersebut sangat berbeda. Dengan demikian akan lebih baik jika istilah Pagan tidak digunakan di dunia Jawa, yang tentu saja siapapun akan sepakat bahwa kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang adiluhung. Akan tetapi, tulisan ini hanyalah sebuah urun rembug dari seorang keturunan Jawa yang masih hijau, yang merasa prihatin dengan kondisi kebudayaan Jawa di era modern sekarang ini. Perbedaan pendapat itu biasa, asalkan tidak menjadikan perpecahan. Semoga ke depannya kebudayaan Jawa mampu berkembang lebih baik lagi, dan mampu mencapai puncak kejayaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar