22 April 2011

Puisi Cinta

Nyanyian Sukma


Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;


sebuah laguyang bernafas di dalam benih hatiku,


Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;


ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya,


dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.


Betapa dapat aku mendesahkannya?


Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana


Kepada siapa aku akan menyanyikannya?


Dia tersimpan dalam relung sukmaku


Kerna aku risau, dia akan terhempas


Di telinga pendengaran yang keras.


Pabila kutatap penglihatan batinku


Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,


Dan pabila kusentuh hujung jemariku


Terasa getaran kehadirannya.


Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,


Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.


Air mataku menandai sendu


Bagai titik-titik embun syahdu


Yang membongkarkan rahsia mawar layu.


Lagu itu digubah oleh renungan,


Dan dikumandangkan oleh kesunyian,


Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,


Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,


Dan difahami oleh cinta,


Dan disembunyikan oleh kesedaran siang


Dan dinyanyikan oleh sukma malam.


Lagu itu lagu kasih-sayang,


Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakahYang mampu membawakannya berkumandang?


Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:


Suara manakah yang dapat menangkapnya?


Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,


Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?


Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?


Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?


Siapa berani memecah sunyi


Dan lantang menuturkan bisikan sanubari


Yang hanya terungkap oleh hati?


Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?


Buat Sepasang Mata Tak Dikenal


Juwita,


Kalaulah kegandrungan yang kunyatakan ini menarik perhatianmu


Atau tak berarti apa-apa bagimu


Maafkanlah aku. Namun di matamulah


Dalam lindup bayangannya, suatu petang aku bersandar istirah


Dan sebentar terhantar dalam tidur yang indah.


Dalam ketenangannya kubelai bulan dan bintang-bintang


Kuanyam kapal khayal dari kelopak-kelopak kembang


Dan kubaringkan jiwaku yang lelah di sana


Kuberi minum bibirku yang dahaga


Dan kupuaskan gairah mataku yang mendamba


Juwita,


Waktu kebetulan kita bertemu sebagai dua orang asing yang bertemu


Dukaku pun berjalan juga di jalan itu


Telanjang, tak terselubung


Dengan langkah murung…


Dan engkaulah dukaku itu


Kesedihan dan kegagalan


Kebisuan dan kekecewaan


Mengungkung penyair yang bergulat habis-habisan


Karena puisi, Juwita.. ialah orang asing dinegeriku


Dibunuh kekosongan dan kehampaan.


Jiwaku gemetar ketika aku melihatmu


Aku merasa tiba-tiba seakan sebuah golok mengorek ke dalam darahku


Membersihkan hatiku, mulutku


Meniarapkan aku dengan kening kotor dan tangan meminta


Dalam lindap bayangan matamu yang jelita


Juwita,


Jika tiba-tiba kita bertemu


Jika mataku memandang matamu


Yang anggun, hijau, tenggelam dalam kabut dan hujan


Jika kebetulan pula kita bertemu lagi di jalan


(Dan bukankah hanya nasib kebetulan ini)


Maka akan kucium jalan itu, kucium dua kali



Cinta yang Agung


Adalah ketika kamu menitikkan air mata


dan masih peduli terhadapnya..


Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih


menunggunya dengan setia..


Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain


dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku


turut berbahagia untukmu’

Apabila cinta tidak berhasil


…Bebaskan dirimu…


Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya


dan terbang ke alam bebas lagi..


Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan


kehilangannya..


tapi..ketika cinta itu mati..kamu tidak perlu mati


bersamanya


Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu


menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika


mereka jatuh..


Puisi Cinta

Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini… pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang”


“Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai… Dan, apa yang kucintai kini… akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai… dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya”


“Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku… sebengis kematian… Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara…, di dalam pikiran malam. Hari ini… aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan… sekecup ciuman”


“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…”


“…pabila cinta memanggilmu… ikutilah dia walau jalannya berliku-liku… Dan, pabila sayapnya merangkummu… pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu…”


“…kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang”


“Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta… terus hidup… sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan…”


“Jangan menangis, Kekasihku… Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah… kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan”
 
 

Tidak ada komentar: